Perang
Indochina I
Legiun Asing Perancis mendarat di Indocina |
Latar
Belakang
Setelah menyerahnya Jepang pada sekutu tanggal 15 Agustus
1945, seluruh wilayah pendudukan Jepang dikembalikan kepada negara pemilik
sebelum datangnya Jepang. Di Indonesia, Jepang mengembalikannya ke Belanda,
Semenanjung Malaya dan Singapura dikembalikan ke Inggris, Indochina
dikembalikan ke Perancis, dan sebagainya. Di Indochina, Perancis segera
mengirim pasukan pendahulunya untuk menegakkan kembali imperium Perancis di
kawasan Indochina. Diikuti oleh kedatangan Inggris yang bertujuan untuk
melucuti tetara Jepang. Sesudah tentara Inggris menyelesaikan tujuannya, mereka
segera meninggalkan Indochina untuk dikirim ke Malaysia. Kini Perancis berdiri
sendiri untuk mendirikan kembali koloninya yang sempat direbut oleh Dai Nippon.
Di Vietnam sendiri, Perancis membaginya menjadi tiga daerah administratif,
Tonkin (utara), Annam (Tengah), dan Cochincina (Selatan).
Awal
Mula Perang
Keengganan
Perancis untuk melakukan wajib militer atau mengirim pemudanya ke Indochina,
membuat Perancis kekurangan SDM di Indochina. Maka dari itu, Perancis
menyiasatinya dengan mengirimkan tentara dari koloni – koloni lainnya seperti
Senegal, Aljazair, maupun dari Indochina itu sendiri, serta tentara bayaran
lainnya. Di sisi lain, tokoh nasionalis Vietnam, Ho Chi Minh beserta salah
seorang pengikut setianya, Vo Nguyen Giap, mendirikan Viet Minh yang beraliran
sosialis – komunis. Gesekan antara Perancis dan Viet Minh berbuntut pada
bentrokan senjata.
Tahun
1946, pecah pertempuran di Haiphong, yang menewaskan 6.000 penduduk sipil
Vietnam. Viet Minh, di bawah Vo Nguyen Giap, melancarkan serangan kembali ke
kota pelabuhan tersebut dengan kekuatan 30.000 pasukan. Walaupun Perancis kalah
jumlah, persenjataan superior dan dukungan angkatan laut Perancis membuat
pasukan Viet Minh didesak untuk mundur.
Pada
1947, Perancis mengirimkan sebuah ekspedisi untuk menyerang basis Viet Minh di
Provinsi Tuyen Quang. Namun, mereka tidak berhasil menemukan Giap disana. Pada
akhir tahun, Perancis melancarkan Operasi Lea untuk merebut pusat komunikasi
Vietnam di Bac Kan. Dan lagi – lagi mereka gagal menangkap pimpinannya, yaitu
Ho Chi Minh beserta letnan – letnannya. Mereka mengklaim 9.000 pasukan Viet
Minh tewas selama operasi tersebut.
Kemudian,
tahun 1948, Perancis mulai menggunakan cara politik untuk menentang Viet Minh.
Mereka melakukan negosiasi dengan Mantan Kaisar Bao Dai dari Annam, untuk
menjadi kaisar di negara bikinan Perancis di Vietnam yang beribukota di Saigon.
Mereka memilih Bao Dai karena tidak ada kemungkinan bagi Bao Dai untuk
memberontak.
Pada
1949, Perancis mendeklarasikan berdirinya Negara Vietnam. Perancis juga
mendirikan Tentara Nasional Vietnam. Negara ini tidak diakui oleh Viet Minh dan
hanya menganggapnya sebagai negara boneka.
Perang
Lanjutan
Selanjutnya,
pertempuran terus terjadi antara tentara Perancis dengan Viet Minh. Sejak 1950,
Pasukan Perancis di Indochina berada di bawah pimpinan Jenderal Jean de Lattre
de Tassigny. Beliau sangat pandai dan ahli dalam taktik dan strategi militer.
Namun, sayangnya ia meninggal tahun 1951, karena kanker menyusul anaknya yang
sudah tewas terlebih dahulu di Indochina. Penggantinya adalah Raoul Salan yang
lebih sering menggunakan taktik defensif, dengan memasang kawat berduri mengelilingi
kota atau benteng pasukan Perancis. Ia menganggap bahwa pasukan Viet Minh akan
menggunakan serangan gelombang manusia, dengan mudah dapat dipatahkan dengan
taktik ini. Salah satu kesalahan pasukan Perancis adalah mereka masih
menganggap bahwa pasukan Viet Minh adalah gerilyawan atau pemberontak semata,
padahal, Giap telah membentuk pasukan Viet Minh menjadi tentara reguler dengan
dukungan peralatan yang dikirim dari Cina melalui celah yang tidak dijaga oleh
pasukan Perancis. Sedangkan Perancis sendiri didukung leh AS yang tidak
menginginkan negara tersebut jatuh ke tangan Komunis.
Dien
Bien Phu
Jenderal Navarre selaku pengganti Raoul Salan, ingin
segera menaklukkan Viet Minh di Utara Vietnam. Ia berniat menjadikan lembah
Dien Bien Phu, Perbatasan Laos dengan Vietnam, menjadi sebuah benteng. Ia
memilih tempat tersebut karena menganggap bahwa Viet Minh akan menggunakan
serangan gelombang manusia. Dengan daerah dataran yang luas tersebut, ia akan
menembaki serangan gelombang manusia tersebut di tanah lapang. Dipilihlah
Kolonel De Castries sebagai komandan garnisun. Mulai dari awal tahun 1954,
benteng pertahanan di Dien Bien Phu dibuat, terdiri dari bunker, parit, dudukan
senjata, serta lapangan terbang.
Pada
13 Maret, serangan Viet Minh dimulai. Dugaan Navarre salah besar, pasukan Viet
Minh dibantu 200.000 kuli pekerja telah menempatkan meriam – meriam mereka di
atas bukit menghadap ke benteng Dien Bien Phu. Vo Nguyen Giap telah menggunakan
taktik perang modern dimana ia tidak terus menerus menggunakan serangan gelombang
manusia, tetapi ia menembakkan meriam – meriamnya ke parit – parit pertahanan
Dien Bien Phu. Tembakan meriam ini membuat moral pasukan Perancis menurun.
Setelah tembakkan meriam usai, barulah serangan untuk menduduki parit – parit
tersebut dimulai. Tanggal 7 Mei 1954, Giap menyerukan untuk melakukan serangan
terakhir ke bunker pertahanan Perancis yang terakhir di Dien Bien Phu, dimana
didalamnya terdapat kolonel De Castries, pemeimpin garnisun Dien Bien Phu. De
Castries ditawan bersama lebih dari 11.000 pasukan garnisun Dien Bien Phu.
Konferensi
Jenewa (1954)
Pada
8 Mei 1954, Konferensi Jenewa tentang penghentian perang dan penegakkan kembali
perdamaian dibuka. Pada tanggal 20
Juli 1954, Perjanjan Jenewa tentang penghentian perang di Vietnam, Laos dan
Kamboja telah ditandatangani. Untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa,
negara-negara besar telah harus mengakui semua hak fundamental bangsa
Vietnam yang meliputi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan dan keutuhan wilayah.
Pemerintah Perancis harus menarik pasukan-nya ke luar dari Vietnam.
Sumber rujukan : Lembah Kematian, oleh Nino Oktorino