Perang
Dunia I adalah sebuah konflik global yang pecah di Eropa pada sekitar tahun
1914 hingga 1918. Perang tersebut melibatkan banyak negara terutama
negara-negara Eropa yang memang ketika itu sedang gencar-gencarnya perlombaan
senjata, industri, dan aliansi militer antarnegara. Perang Dunia I sendiri
dilatarbelakangi oleh terbunuhnya putra mahkota Austro-Hungaria, Archeduke
Franz Ferdinand, pada 1914 bersama istrinya di Sarajevo, Bosnia, yang dilakukan
oleh seorang anggota kelompok radikal Pan-Serbia, yaitu Gravrillo Princip.
Awalnya perang dikumandangkan oleh kekaisaran Austro-Hungaria kepada Serbia,
diikuti oleh sekutu masing-masing, Rusia membantu Serbia, dan Jerman membantu
Austro-Hungaria. Sekutu Ketsaran Rusia, Inggris dan Perancis, memaklumatkan perang
kepada Jerman dan membuka front baru (Eropa Barat). Dalam perjalanannya, banyak
negara yang kemudian juga terjun terlibat perang besar yang memakan korban
sebanyak 10 juta jiwa ini. Turki, yang saat itu di bawah kekhalihafan Utsmani
atau Ottoman terjun bersama pihak Jerman atau disebut blok Sentral. Hal yang
sama dengan Ottoman diikuti oleh Bulgaria. Di pihak sekutu (Inggris, Perancis,
dkk), kekuatan yang lebih banyak dan besar didapatkan oleh mereka. Australia,
Selandia Baru, Jepang, Italia (1915), dan Yunani bergabung bersama pihak
Sekutu. Ditambah lagi Amerika Serikat bergabung dengan Sekutu tahun 1917 yang
pada kelanjutannya akan mengubah jalannya perang.
Kali ini, penulis akan mengangkat
judul Turki dalam Perang Dunia I. Bab ini akan membahas keterlibatan Turki
dalam Perang Dunia I. Turki atau kekaisaran Ottoman saat itu sudah benar-benar
rapuh setelah kurang lebih lima abad masa jayanya. Kejayaan Ottoman sewaktu
menaklukkan Istanbul dan negara-negara Balkan sekitar abad ke-15 hingga 16
sudah tidak tampak lagi. Bahkan, banyak negara-negara di Balkan yang merdeka
dari Ottoman dan berbalik memeranginya. Permusuhan dengan Ketsaran Rusia juga
menjadi salah satu penyebab terseretnya Ottoman ke dalam Perang Dunia I. Di
samping hal tersebut, suku-suku Arab yang berada di bawah kekuasaan Ottoman
juga menghendaki kemerdekaan.
Latar Belakang
Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan terseretnya kekaisaran Ottoman ke dalam kancah Perang Dunia I. Dari
pertengahan abad ke-19 hingga permulaan abad ke-20, Eropa memang banyak
diliputi berbagai perang. Aliansi militer mulai banyak terjalin dan persaingan
hingga perang antar aliansi militer kerap terjadi. Mulai dari Perang Krimea
(1853-1856) antara Inggris, Perancis, Ottoman, dan Sardinia melawan Ketsaran
Rusia. Setelah itu, terdapat juga perang Balkan pada awal 1900-an, yang
menyebabkan saling tusuk antar negara-negara Balkan.
1. Permusuhan Ottoman dengan Rusia
Permusuhan antara Kekaisaran Ottoman
dengan Ketsaran Rusia dapat ditilik dari sejak berkuasanya Ivan III (1462–1505).
Hal itu dikarenakan Ivan III memberikan perlindungan kepada banyak pengungsi
dari Konstantinopel yang sebelumnya ditaklukkan oleh Ottoman di bawah perintah
Muhammad II atau Mehmet II. Sejak saat itu, banyak perang yang pecah antara
Ottoman melawan Rusia yang disebabkan oleh politik air hangat Rusia, yaitu
politik menaklukkan seluruh laut hitam guna mendapatkan pelabuhan yang tidak
beku pada saat musim dingin. Mulai saat itu banyak perang yang terjadi antara
pihak Ottoman melawan Rusia. Diantaranya adalah perang di Yunani, perang
memperebutkan wilayah Azov, hingga Perang Krimea.
Selanjutnya, pada tahun 1875 Balkan
memberontak kepada kekuasaan Ottoman. Namun, reaksi Ottoman kepada para
pemberontak yang kebanyakan beragama kristen Ortodoks itu sangatlah kejam
sehingga memancing Rusia untuk intervensi pada tahun 1877. Turki Ottoman yang
tidak kehilangan dukungan dari negara-negara Eropa kemudian dapat dikalahkan
oleh Rusia. Kemudian Jerman, yang diperintah Otto Von Bismarck, melakukan
mediasi dengan mengadakan perjanjian Berlin yang makin memperlemah kedudukan
Ottoman. Akibatnya, Serbia, Bulgaria, Rumania, dan Montenegro dimerdekakan,
sementara Kars Batum, dan Ardahan diserahkan kepada Rusia. Karena permusuhan
berlarut-larut dengan Rusia inilah Turki Ottoman mulai terlihat seperti
kehabisan tenaga dan kewibawaannya menurun.
Setelah perang tersebut, keadaan di
Asia Kecil mulai sedikit tentram. Hal ini dikarenakan Eropa yang sedang stabil
dan juga Rusia yang sedang mengalihkan perhatiannya ke Timur Jauh, terutama
Korea. Pada tahun 1905 Rusia dikalahkan dengan Jepang dan harus melepas
Semenanjung Korea ke tangan Jepang.
Pada
saat pecahnya Perang Dunia I, Turki bergabung dengan Jerman segera setelah
Rusia menyatakan perang terhadap Jerman. Ottoman sendiri secara resmi masuk ke
kancah peperangan pada tanggal 29 Oktober 1914 setelah melakukan serangan
kepada Laut Hitam.
2. Kedekatan dengan Jerman
Kedekatan
kedua bangsa ini terjadi sejak masa Sultan Mahmud II (1808 – 1839). Ketika itu
banyak atase militer yang dikirimkan oleh Jerman, saat itu Prusia, ke Turki
sebagai penasihat. Perwira militer juga dikirmkan Prusia untuk melatih tentara
Ottoman. Persenjataan termodern Prusia juga dijual kepada pihak Ottoman.
Dampaknya, investasi Prusia dibuka lebar oleh Ottoman sebagai tanda
persahabatan kedua negara. Investasi itu berupa pembangunan jalan kereta api
yang menghubugkan Prusia dengan Istanbul. Selanjutnya rel kereta api dibangun
lebih ke dalam lagi hingga ke Baghdad dan Teluk Persia. Prusia juga selalu
tampil sebagai pihak pembela Turki Ottoman dalam kancah perpolitikan dunia.
Selain faktor yang telah disebutkan,
kaisar Wilhelm II juga sangat gencar mempromosikan kedekatannya dengan Islam.
Tahun 1898, ia mengunjungi Timur Tengah dan menyatakan dirinya sahabat dari
“300 juta orang pengikut Muhammad”. Ia juga melakukan ziarah ke makam
Salahuddin atau Saladdin di Damaskus. Prusia juga mendukung adanya gerakan
Pan-Islam. Prusia menggunakan Islam sebagai kartunya melawan Inggris. Ketika
Inggris menyatakan perang kepada turki Ottoman dalam perang Dunia I, atas
dorongan Prusia, Sultan Mehmed V menyerukan perang jihad melawan kaum ‘kafir’
Inggris. Anehnya, kata ‘kafir’ ini tidak ditujukan kepada orang-orang Prusia,
Austria, Hongaria, dan juga Bulgaria. Maka dari itu, upaya jihad ini dikenal
sebagai ‘Jihad Made in Berlin’.
3. Keinginan Turki Ottoman
Mendapatkan Kembali Wilayahnya yang Lepas
Seperti yang telah di bahas
sebelumnya, Turki banyak kehilangan wilayah karena negara-negara Balkan yang
merdeka dan juga beberapa daerah yang berhasil direbut baik oleh Rusia maupun
Inggris. Pada Perang Balkan I pada 1912, Turki kehilangan sebagian besar
wilayah jajahannya di balkan kecuali daerah Istanbul dan sekitarnya. Pada 1913,
pecahlah Perang Balkan II dimana Turki Ottomn memanfaatkan permusuhan di antara
negara-negara Balkan dan akhirnya mampu merebut Trasia Timur dari tangan
Bulgaria. Dengan harapan dapat memperoleh daerahnya yang telah lepas, maka
Turki Ottoman pun ikut terjun bersama Jerman dalam Perang Dunia I.
4. Munculnya Gerakan Turki Muda
Pada abad ke-19 Turki Ottoman
dijuluki sebagai Sick Man of Europe karena
telah hilangnya kewibawaan serta melemahnya kemiliteran Ottoman. Kemudian
muncullah apa yang disebut sebagai gerakan Turki Muda. Gerakan Turki Muda
mengedepankan nasionalime kepada Turki. Organisasi ini timbul disebabkan oleh
melemahnya Turki Ottoman, munculnya kaum terpelajar, dan kegiatan negara-negara
Eropa Barat yang mengganggu wilayah kekuasaan Turki Ottoman. Tokoh-tokoh muda
yang tergabung dalam gerakan ini antara lain Kemal Pasha, Midhat Pasha, Rasjid Pasha, dan Ali Pasha.
Pada tahun 1906 perkumpulan Tanah Air dan Kemerdekaan yang dipimpin oleh Kemal
Pasha. Kemudian, tahun 1908 organisasi ini tumbuh menjadi Gerakan Turki Muda.
5. Berkembangnya Pan Turkisme
Pan Turkisme berkembang sebagai paham yang menginginkan
bersatunya bangsa Turki. Pan Turkisme juga dibuat untuk menandingi Pan Slavia
yang dikumandangkan oleh bangsa Rusia sebagai penyatuan sesama bangsa Slavia.
Sebelumnya, Pan Utsmanisme atau Pan Ottoman lebih banyak didengungkan lantara
Pan Ottoman lebih memuat banyak penduduknya dibandingkan Pan Turkisme. Pan
Ottoman adalah paham yang mendengungkan persatuan di bawah Ottoman dan Ottoman
menghormati minoritas dan setiap bangsa dan agama yang hidup di dalamnya akan
sejajar dalam hukum undang-undang. Selin itu, Pan Ottoman juga bertujuan agar negara-negara
bagian di dalamnya tidak melepaskan diri. Namun, upaya itu gagal, beberapa
negara tetap menghendaki kemerdekaan, seperti Armedia dan Albania.
Oleh sebab itu, Pan Turkisme adalah jalan yang mereka
tempuh. Sebagai bagian dari upaya untuk membebaskan warga Turki yang tinggal di
Asia Tengah yang berada di bawah kekuasaan Rusia. Akan tetapi, gerakan ini juga
mendorong suku-suku atau keemiran di Arab untuk memberontak kepada Turki
Ottoman. Akhirnya Sultan Hamid II lebih memilih mendorong gerakan Pan Islamisme
untuk menyatukan negara-negara Islam.
6. Isolasi Diplomatik Terhadap Turki Ottoman
Isolasi diplomatik mulai dilakukan terhadap Turki Ottoman
ketika gerakan nasionalisme di Turki mulai didengungkan. Gerakan ini rupanya
tidak didukung oleh negara Eropa Barat. Walhasil Turki Ottoman mulai kehilangan
sekutunya. Negosiasi aliansi mulai dilakukan oleh Turki Ottoman namun belum
mendapat hasil yang baik. Hingga Austro-Hungaria menawarkan kerjasama melawan
Pan Serbia. Tawaran ini mendapat respon positif dari Anwar Pasha dan Talat
Pasha yang memimpin Ottoman. Negosiasi juga dilakukan dengan Prusia atau Jerman
dan mendapat tanggapan baik dari Kaisar Wilhelm II.
Menuju Perang!
Perang Dunia I sudah pecah pada 28 Juli 1914 ketika Karl
I dari Austro Hongaria menyatakan perang kepada Serbia pasca kematian putra
mahkotanya di tangan orang Serbia. Rusia mengulurkan bantuan kepada Serbia.
Menyikapi hal tersebut, Jerman membantu Austro Hongaria dengan menyatakan
perang terhadap Ketsaran Rusia. Pada saat itu, Ottoman tidak memiliki jumlah
pasukan yang memadai untuk terlibat dalam Perang Dunia. Ottoman hanya memiliki
sekitar 360 ribu pasukan. Namun, yang diharapkan dari Ottoman oleh Jerman
bukanlah jumlah pasukan yang dimiliki Ottoman, melainkan harapan akan
berpihaknya orang-orang Muslim kepda Jerman yang berada di bawah jajahan
Inggris dan juga Perancis, seperti di daerah Afrika Utara. Berikutnya, terdapat
beberapa hal yang benar-benar membawa Turki Ottoman ikut terlibat dalam Perang
Dunia I.
1. Insiden Goeben dan Breslau
Pada tanggal 1 Agustus 1914, Turki Ottoman telah
meluniasi pembayaran 2 kapal perang termodern yang dipesan dari Inggris guna
memodernisasi angkatan bersenjatanya. Tetapi, Inggris menunda penyerahan 2
kapal perang tersebut dikarenakan adanya uji coba tambahan yang dilakukan oleh
pembuat kapal. Selanjutnya panglima tertinggi angkatan Laut Inggris, Winston
Churchill justru mengakuisisi kapal tersebut atas nama pemerintah Inggris. Hal
tersebut membuat pihak Ottoman geram.
Melihat kejadian tersebut, Jerman menawarkan bantuan ke
Turki Ottoman dari skuadron laut Mediteranianya. Skuadron tersebut berupa kapal
perang Goeben dan kapal penjelajah ringan Breslau. Setelah melakukan pengeboman
di kota Toulon, Perancis, kedua kapal ini berlayar menuju selat Dardanella sementara
kapal Inggris dan Perancis mengejarnya. Kapal itu selamat dari kejaran angkatan
laut sekutu dan tiba di Dardanella pada tanggal 10 Agustus 1914.
Kemudian, Inggris menuntut ekstradisi kedua kapal Jerman
tersebut. Namun, perdana menteri Said Halim Pasha dari Turki mengatakan telah
membeli kedua kapal tersebut dari Jerman. Di dalam bantuan dua kapal perang
tersebut, diikutsertakan juga laksamana dari Jerman yang bernama Wilhelm
Souchon yang nantinya berperan besar dalam serangan ke Laut Hitam.
2. Serangan ke Laut Hitam
Serangan ini didalangi oleh menteri peperangan Ottoman,
Enver Pasha, dan juga laksamana dari Jerman Wilhelm Souchon. Tanggal 29 Oktober
1914 serangan dimulai terhadap posisi militer Rusia di Laut Hitam. Wilhelm
Souchon menyerang pesisir Rusia yang mengakibatkan kerusakan di pihak Rusia.
Untuk sementara, pihak Jerman-Ottoman meraih supremasi mereka di Laut Hitam.
Sementara itu, walau kerusakan yang diterima Rusia dapat dipulihkan dalam waktu
yang tidak terlalu lama, mereka benar-benar marah. Ottoman sendiri benar-benar
secara resmi menyatakan perang pada tanggal 11 November 1914.
Front
Perang Melawan Rusia
Pada pertempuran yang pecah di Kaukasus, Turki Ottoman
dipertemukan dengan musuh bebuyutannya selama beberpa abad terakhir, Rusia. Pertempuran
pecah pada 24 Oktober 1914. Dalam pertempuran ini pasukan Turki Ottoman
berjumlah sekitar 100.000 hingga 190.000 orang, tetapi kebanyakan dari mereka
memiliki perlengkapan yang sangat kurang dalam pertempuran di Kaukasus.
Sementara Rusia, sebenarnya mereka memiliki sekitar 100.000 orang yang menjga
Kaukasus, namun hampir setengah dari mereka dikerahkan untuk berperang melawan
Prusia atau Jerman di Tannenberg. Di samping itu terdapat sejumlah pihak lain
yang terlibat dalam pertempuran di front Kaukasus ini seperti Jerman,
Azerbaijan, dan Georgia di Pihak Turki Ottoman, sedangkan Armenia dan Inggris
di pihak Rusia.
Pada tanggal 1 November, Rusia menyeberangi pegunungan
pertama kali pada serangan Bergmann. Pernyataan perang resmi dari Rusia terhadap
Turki Ottoman baru terjadi pada 2 November. Serangan Rusia bertujuan merebut
Dogubeyazit dan Koprukoy. Pada akhir November, front Kaukasus kembali stabil.
Sementara itu, relawan Armenia yang membantu Rusia berhasil merebut Dogubeyazit
dan Karakose, sementara Ottoman berhasil mempertahankan Koprukoy.
Pada tanggal 15 Desember 1914, Ottoman berhasil merebut
Ardahan di bawah pimpinan letnan kolonel asal Jerman, Stange. Tanggal 22
Desember, pecahlah pertempuran Sarikamish. Pada pertempuran ini, Gubernur Vorontsov
berencana menarik mundur seluruh pasukan Rusia dari Kaukasus, namun, komandan
pasukan rusia disana, Yudenich, menolak usul itu dan memutuskan berhadapan
dengan pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Enver Pasha.
Dalam front ini juga pecah apa yang disebut pembantaian
Armenia. Seluruh orang Armenia yang hidup di bawah kekuasaan Turki dibunuh atau
dibantai. Sementara itu, mereka yang hidup, digiring ke kamp konsentrasi di
Suriah yang sangat jauh dari Armenia. Banyak dari mereka yang tewas dalam
perjalanan.
Pada Pertempuran Koprukoy, 1916, pasukan Ottoman yang
dipimpin oleh Abdul Kerim Pasha dikalahkan oleh pasukan Rusia yang dipmpin oleh
Yudenich. Dalam pertempuran ini, pasukan Ottoman kehilangan 20.000 prajuritnya.
Selepas Revolusi Rusia yang pecah pada tahun 1917, banyak
pasukan Rusia yang meninggalkan garis depan di Kaukasus, sehingga memungkinkan
bagi Ottoman untuk merebut kembali wilayahnya yang telah lepas ke tangan Rusia.
Pada 24 Maret 1918, Turki telah menyeberangi kembali perbatasan sebelum pecahnya
perang pada 1914. Selanjutnya pada April 1914, Ottoman merebut pelabuhan
Batumi.
Front Kampanye Persia
Kampanye di Persia pecah pada bulan Desember 1914.
Kampanye yang pecah di daerah Iran ini melibatkan Ottoman di satu pihak melawan
Rusia yang didukung oleh Inggris di pihak yang lainnya. Kampanye ini berakhir
imbang atau stalemate. Pasukan
Ottoman ditarik mundur setalah adanya gencatan senjata Mudros pada 30 Oktober
1918.
Perang Melawan Inggris
Perang antara Ottoman melawan Inggris pertama kali pecah
di Basra, ketika Inggris merebut Basra pada November 1914 dan bergerak menuju
Iraq. Ahmed Djemal Pasha ditugaskan di Palestina untuk mengancam Terusan Suez.
Sebgai respon yang diberikan oleh Britania, mereka mengerahkan pasukan gabungan
Australia dan Selandia Baru yang disebut Anzac untuk menyerang Galipolli.
Serangan ini bertujuan untuk memberikan tekanan terhadap Ottoman dan juga untuk
mencegah terlibatnya Bulgaria ke dalam kancah Perang Dunia I. Sebuah wabah yang
menyebar pada tahun 1915 menyerang pasukan Turki yang menjaga Palestina.
Kampanye yang dilakukan Inggris terjadi untuk melindungi
ladang minyak di India dan juga selatan Persia. Selain itu, tujuannya juga
untuk memberikan bantuan terhdap Rusia melalui Selat Dardanella dan melindungi
Terusan Suez serta Sinai. Pada Desember 1917, Inggris berhasil merebut
Palestina, sehingga Ottoman melakukan deportasi orang yang tinggal di Jaffa dan
juga Tel Aviv.
Pemberontakan Arab
Lawrence of Arabia dalam film. |
Tidak suka akan tindakan represif dari pemerintahan
Ottoman dengan sekutu Sentralnya, banyak suku-suku di Arab yang menyatakan
pemberontakan kepada pemerintahan Ottoman. Sharif Hussein sebagai Penjaga
Mekah, menyatakan dukungannya kepada Inggris pada 1916. Pada tanggal 10 Juni
1916, Hussein memerintahkan untuk emnyerang Mekah yang dikuasai Ottoman. Dalam
pertempuran dimana Turki kalah jumlah namun memiliki persenjataan lebih baik
tersebut, Hussein mendapatkan bantuan dari Mesir yang diperintah oleh Inggris.
Sementara itu Laut Merah berhasil dikuasai oleh angkatan
laut Inggris dan Perancis. Sedangkan garnisun pelabuhan Jidda menyerah setalah
serangan dari laut oleh Inggris serta dari darat oleh orang Arab. Akan tetapi
di Hejaz, garnisun Turki Ottoman diperkuat oleh 15 ribu tentara.
Untuk mendukung pemberontakan Arab, Inggris mengirimkan
para penasihat militernya ke suku-suku Arab, terutama kerajaan Hejaz. Yang
paling terkenal dari mereka yang dikirimkan adalah Kapten T. E. Lawrence, yang
lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia. Ia dikirimkan untuk membantu kerajaan
Hejaz dalam pemberontakannya. Pemberontakan Arab sendiri baru terhenti pada
1919, setahun setelah perang berakhir. Hal ini dikarenakan pasukan Turki
Ottoman yang tak kunjung menyerah.
Sebelumnya, terdapat beberapa pertempuran yang menentukan
yang membuat berhasilnya pemberontakan Arab ini. Pada tahun 1918, bantuan
sekutu barat semakin kuat dan gencar diberikan. Sementara itu, kondisi pasukan
Ottoman semakin melemah. Yang pertama adalah pertempuran Megiddo. Pertempuran
Megiddo yang berlangsung dari 19 hingga 25 September 1918 merupakan kampanye
terakhir di Sinai. Operasi ini dipimpin oleh Jenderal Edmund Allenby di pihak
Sekutu. Pertempuran yang kedua adalah pertempuran Aleppo, Suriah, yang
berlangsung pada 25 Oktober 1918. Setelah kekalahan di Megiddo, pasukan Ottoman
dikejar oleh pasukan Pangeran Faisal dari Arab. Aleppo berhasil direbut
seluruhnya setelah mengalami pertempuran berdarah di sepanjang jalan pada malam
hari dan berakhir pada pagi hari.
Perjanjian
Setelah kalah dalam peperangan Turki Ottoman dituntut
beberapa hal dalam sebuah perjanjiannya dengan pihak Sekutu.
Perjanjian Sevres (1920)
Perjanjian Sevres menghasilkan poin-poin sebagai berikut
:
1.
Pendirian Kerajaan Hejaz secara mandiri. Kerajaan Hejaz
sendiri dianeksasi menjadi Arab Saudi pada 1932.
2.
Pendirian Republik Demokratik Armenia.
3.
Pengendalian finansial Ottoman oleh pihak Sekutu.
4.
Suriah diserahkan kepada Perancis.
5.
Izmir diberikan ke Yunani.
6.
Dodekanisa, sebagian besar Anatolia, dan Konya diberikan
kepada Italia.
7.
Referendum diadakan di Kurdi untuk menentukan nasibnya.
Perjanjian Lausanne (1923)
Ketika perundinagn perjanjian Sevres masih berlanjut,
Mustafa Kemal Pasha sebagai pemimpin Turki Muda memenangkan perang kemerdekaan
Turki yang kembali menyeret Sekutu ke meja perundingan, dan menhghasilkan
kesepakatan baru. Perjanjian ini menyudahi permusuhan Turki dengan
sekutu-sekutu Inggris. Perjanjian ini juga berisi bahwa Turki tidak perlu
membayar ganti rugi perang dan Turki juga tidak perlu mengurangi angkatan
perangnya. Di samping itu Turki juga tidak jadi dipecah-peca dan dipersempit
wilayahnya seperti yang terdapat dalam isi perjanjian Sevres. Turki kemudian
memilih presiden pertamanya yaitu Mustafa Kemal Pasha.
Sumber
:
Buku :
Oktorino,
Nino. 2017. Bulan Sabit dan Swastika, Kisah Legiun Muslim Soviet Hitler.
Jakarta : Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Web / blog :
wikipedia.com