Sabtu, 13 Mei 2017

Ottoman dalam Perang Dunia 1

           
          Perang Dunia I adalah sebuah konflik global yang pecah di Eropa pada sekitar tahun 1914 hingga 1918. Perang tersebut melibatkan banyak negara terutama negara-negara Eropa yang memang ketika itu sedang gencar-gencarnya perlombaan senjata, industri, dan aliansi militer antarnegara. Perang Dunia I sendiri dilatarbelakangi oleh terbunuhnya putra mahkota Austro-Hungaria, Archeduke Franz Ferdinand, pada 1914 bersama istrinya di Sarajevo, Bosnia, yang dilakukan oleh seorang anggota kelompok radikal Pan-Serbia, yaitu Gravrillo Princip. Awalnya perang dikumandangkan oleh kekaisaran Austro-Hungaria kepada Serbia, diikuti oleh sekutu masing-masing, Rusia membantu Serbia, dan Jerman membantu Austro-Hungaria. Sekutu Ketsaran Rusia, Inggris dan Perancis, memaklumatkan perang kepada Jerman dan membuka front baru (Eropa Barat). Dalam perjalanannya, banyak negara yang kemudian juga terjun terlibat perang besar yang memakan korban sebanyak 10 juta jiwa ini. Turki, yang saat itu di bawah kekhalihafan Utsmani atau Ottoman terjun bersama pihak Jerman atau disebut blok Sentral. Hal yang sama dengan Ottoman diikuti oleh Bulgaria. Di pihak sekutu (Inggris, Perancis, dkk), kekuatan yang lebih banyak dan besar didapatkan oleh mereka. Australia, Selandia Baru, Jepang, Italia (1915), dan Yunani bergabung bersama pihak Sekutu. Ditambah lagi Amerika Serikat bergabung dengan Sekutu tahun 1917 yang pada kelanjutannya akan mengubah jalannya perang.


            Kali ini, penulis akan mengangkat judul Turki dalam Perang Dunia I. Bab ini akan membahas keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I. Turki atau kekaisaran Ottoman saat itu sudah benar-benar rapuh setelah kurang lebih lima abad masa jayanya. Kejayaan Ottoman sewaktu menaklukkan Istanbul dan negara-negara Balkan sekitar abad ke-15 hingga 16 sudah tidak tampak lagi. Bahkan, banyak negara-negara di Balkan yang merdeka dari Ottoman dan berbalik memeranginya. Permusuhan dengan Ketsaran Rusia juga menjadi salah satu penyebab terseretnya Ottoman ke dalam Perang Dunia I. Di samping hal tersebut, suku-suku Arab yang berada di bawah kekuasaan Ottoman juga menghendaki kemerdekaan.

Latar Belakang

            Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terseretnya kekaisaran Ottoman ke dalam kancah Perang Dunia I. Dari pertengahan abad ke-19 hingga permulaan abad ke-20, Eropa memang banyak diliputi berbagai perang. Aliansi militer mulai banyak terjalin dan persaingan hingga perang antar aliansi militer kerap terjadi. Mulai dari Perang Krimea (1853-1856) antara Inggris, Perancis, Ottoman, dan Sardinia melawan Ketsaran Rusia. Setelah itu, terdapat juga perang Balkan pada awal 1900-an, yang menyebabkan saling tusuk antar negara-negara Balkan.

1. Permusuhan Ottoman dengan Rusia

            Permusuhan antara Kekaisaran Ottoman dengan Ketsaran Rusia dapat ditilik dari sejak berkuasanya Ivan III (1462–1505). Hal itu dikarenakan Ivan III memberikan perlindungan kepada banyak pengungsi dari Konstantinopel yang sebelumnya ditaklukkan oleh Ottoman di bawah perintah Muhammad II atau Mehmet II. Sejak saat itu, banyak perang yang pecah antara Ottoman melawan Rusia yang disebabkan oleh politik air hangat Rusia, yaitu politik menaklukkan seluruh laut hitam guna mendapatkan pelabuhan yang tidak beku pada saat musim dingin. Mulai saat itu banyak perang yang terjadi antara pihak Ottoman melawan Rusia. Diantaranya adalah perang di Yunani, perang memperebutkan wilayah Azov, hingga Perang Krimea.

            Selanjutnya, pada tahun 1875 Balkan memberontak kepada kekuasaan Ottoman. Namun, reaksi Ottoman kepada para pemberontak yang kebanyakan beragama kristen Ortodoks itu sangatlah kejam sehingga memancing Rusia untuk intervensi pada tahun 1877. Turki Ottoman yang tidak kehilangan dukungan dari negara-negara Eropa kemudian dapat dikalahkan oleh Rusia. Kemudian Jerman, yang diperintah Otto Von Bismarck, melakukan mediasi dengan mengadakan perjanjian Berlin yang makin memperlemah kedudukan Ottoman. Akibatnya, Serbia, Bulgaria, Rumania, dan Montenegro dimerdekakan, sementara Kars Batum, dan Ardahan diserahkan kepada Rusia. Karena permusuhan berlarut-larut dengan Rusia inilah Turki Ottoman mulai terlihat seperti kehabisan tenaga dan kewibawaannya menurun.

            Setelah perang tersebut, keadaan di Asia Kecil mulai sedikit tentram. Hal ini dikarenakan Eropa yang sedang stabil dan juga Rusia yang sedang mengalihkan perhatiannya ke Timur Jauh, terutama Korea. Pada tahun 1905 Rusia dikalahkan dengan Jepang dan harus melepas Semenanjung Korea ke tangan Jepang.

Pada saat pecahnya Perang Dunia I, Turki bergabung dengan Jerman segera setelah Rusia menyatakan perang terhadap Jerman. Ottoman sendiri secara resmi masuk ke kancah peperangan pada tanggal 29 Oktober 1914 setelah melakukan serangan kepada Laut Hitam.
           
2. Kedekatan dengan Jerman

            Kedekatan kedua bangsa ini terjadi sejak masa Sultan Mahmud II (1808 – 1839). Ketika itu banyak atase militer yang dikirimkan oleh Jerman, saat itu Prusia, ke Turki sebagai penasihat. Perwira militer juga dikirmkan Prusia untuk melatih tentara Ottoman. Persenjataan termodern Prusia juga dijual kepada pihak Ottoman. Dampaknya, investasi Prusia dibuka lebar oleh Ottoman sebagai tanda persahabatan kedua negara. Investasi itu berupa pembangunan jalan kereta api yang menghubugkan Prusia dengan Istanbul. Selanjutnya rel kereta api dibangun lebih ke dalam lagi hingga ke Baghdad dan Teluk Persia. Prusia juga selalu tampil sebagai pihak pembela Turki Ottoman dalam kancah perpolitikan dunia.

            Selain faktor yang telah disebutkan, kaisar Wilhelm II juga sangat gencar mempromosikan kedekatannya dengan Islam. Tahun 1898, ia mengunjungi Timur Tengah dan menyatakan dirinya sahabat dari “300 juta orang pengikut Muhammad”. Ia juga melakukan ziarah ke makam Salahuddin atau Saladdin di Damaskus. Prusia juga mendukung adanya gerakan Pan-Islam. Prusia menggunakan Islam sebagai kartunya melawan Inggris. Ketika Inggris menyatakan perang kepada turki Ottoman dalam perang Dunia I, atas dorongan Prusia, Sultan Mehmed V menyerukan perang jihad melawan kaum ‘kafir’ Inggris. Anehnya, kata ‘kafir’ ini tidak ditujukan kepada orang-orang Prusia, Austria, Hongaria, dan juga Bulgaria. Maka dari itu, upaya jihad ini dikenal sebagai ‘Jihad Made in Berlin’.

3. Keinginan Turki Ottoman Mendapatkan Kembali Wilayahnya yang Lepas

            Seperti yang telah di bahas sebelumnya, Turki banyak kehilangan wilayah karena negara-negara Balkan yang merdeka dan juga beberapa daerah yang berhasil direbut baik oleh Rusia maupun Inggris. Pada Perang Balkan I pada 1912, Turki kehilangan sebagian besar wilayah jajahannya di balkan kecuali daerah Istanbul dan sekitarnya. Pada 1913, pecahlah Perang Balkan II dimana Turki Ottomn memanfaatkan permusuhan di antara negara-negara Balkan dan akhirnya mampu merebut Trasia Timur dari tangan Bulgaria. Dengan harapan dapat memperoleh daerahnya yang telah lepas, maka Turki Ottoman pun ikut terjun bersama Jerman dalam Perang Dunia I.

4. Munculnya Gerakan Turki Muda

            Pada abad ke-19 Turki Ottoman dijuluki sebagai Sick Man of Europe karena telah hilangnya kewibawaan serta melemahnya kemiliteran Ottoman. Kemudian muncullah apa yang disebut sebagai gerakan Turki Muda. Gerakan Turki Muda mengedepankan nasionalime kepada Turki. Organisasi ini timbul disebabkan oleh melemahnya Turki Ottoman, munculnya kaum terpelajar, dan kegiatan negara-negara Eropa Barat yang mengganggu wilayah kekuasaan Turki Ottoman. Tokoh-tokoh muda yang tergabung dalam gerakan ini antara lain Kemal Pasha, Midhat Pasha, Rasjid Pasha, dan Ali Pasha. Pada tahun 1906 perkumpulan Tanah Air dan Kemerdekaan yang dipimpin oleh Kemal Pasha. Kemudian, tahun 1908 organisasi ini tumbuh menjadi Gerakan Turki Muda.

5. Berkembangnya Pan Turkisme

            Pan Turkisme berkembang sebagai paham yang menginginkan bersatunya bangsa Turki. Pan Turkisme juga dibuat untuk menandingi Pan Slavia yang dikumandangkan oleh bangsa Rusia sebagai penyatuan sesama bangsa Slavia. Sebelumnya, Pan Utsmanisme atau Pan Ottoman lebih banyak didengungkan lantara Pan Ottoman lebih memuat banyak penduduknya dibandingkan Pan Turkisme. Pan Ottoman adalah paham yang mendengungkan persatuan di bawah Ottoman dan Ottoman menghormati minoritas dan setiap bangsa dan agama yang hidup di dalamnya akan sejajar dalam hukum undang-undang. Selin itu, Pan Ottoman juga bertujuan agar negara-negara bagian di dalamnya tidak melepaskan diri. Namun, upaya itu gagal, beberapa negara tetap menghendaki kemerdekaan, seperti Armedia dan Albania.

            Oleh sebab itu, Pan Turkisme adalah jalan yang mereka tempuh. Sebagai bagian dari upaya untuk membebaskan warga Turki yang tinggal di Asia Tengah yang berada di bawah kekuasaan Rusia. Akan tetapi, gerakan ini juga mendorong suku-suku atau keemiran di Arab untuk memberontak kepada Turki Ottoman. Akhirnya Sultan Hamid II lebih memilih mendorong gerakan Pan Islamisme untuk menyatukan negara-negara Islam.

6. Isolasi Diplomatik Terhadap Turki Ottoman

            Isolasi diplomatik mulai dilakukan terhadap Turki Ottoman ketika gerakan nasionalisme di Turki mulai didengungkan. Gerakan ini rupanya tidak didukung oleh negara Eropa Barat. Walhasil Turki Ottoman mulai kehilangan sekutunya. Negosiasi aliansi mulai dilakukan oleh Turki Ottoman namun belum mendapat hasil yang baik. Hingga Austro-Hungaria menawarkan kerjasama melawan Pan Serbia. Tawaran ini mendapat respon positif dari Anwar Pasha dan Talat Pasha yang memimpin Ottoman. Negosiasi juga dilakukan dengan Prusia atau Jerman dan mendapat tanggapan baik dari Kaisar Wilhelm II.

Menuju Perang!

            Perang Dunia I sudah pecah pada 28 Juli 1914 ketika Karl I dari Austro Hongaria menyatakan perang kepada Serbia pasca kematian putra mahkotanya di tangan orang Serbia. Rusia mengulurkan bantuan kepada Serbia. Menyikapi hal tersebut, Jerman membantu Austro Hongaria dengan menyatakan perang terhadap Ketsaran Rusia. Pada saat itu, Ottoman tidak memiliki jumlah pasukan yang memadai untuk terlibat dalam Perang Dunia. Ottoman hanya memiliki sekitar 360 ribu pasukan. Namun, yang diharapkan dari Ottoman oleh Jerman bukanlah jumlah pasukan yang dimiliki Ottoman, melainkan harapan akan berpihaknya orang-orang Muslim kepda Jerman yang berada di bawah jajahan Inggris dan juga Perancis, seperti di daerah Afrika Utara. Berikutnya, terdapat beberapa hal yang benar-benar membawa Turki Ottoman ikut terlibat dalam Perang Dunia I.

1. Insiden Goeben dan Breslau

            Pada tanggal 1 Agustus 1914, Turki Ottoman telah meluniasi pembayaran 2 kapal perang termodern yang dipesan dari Inggris guna memodernisasi angkatan bersenjatanya. Tetapi, Inggris menunda penyerahan 2 kapal perang tersebut dikarenakan adanya uji coba tambahan yang dilakukan oleh pembuat kapal. Selanjutnya panglima tertinggi angkatan Laut Inggris, Winston Churchill justru mengakuisisi kapal tersebut atas nama pemerintah Inggris. Hal tersebut membuat pihak Ottoman geram.

            Melihat kejadian tersebut, Jerman menawarkan bantuan ke Turki Ottoman dari skuadron laut Mediteranianya. Skuadron tersebut berupa kapal perang Goeben dan kapal penjelajah ringan Breslau. Setelah melakukan pengeboman di kota Toulon, Perancis, kedua kapal ini berlayar menuju selat Dardanella sementara kapal Inggris dan Perancis mengejarnya. Kapal itu selamat dari kejaran angkatan laut sekutu dan tiba di Dardanella pada tanggal 10 Agustus 1914.

            Kemudian, Inggris menuntut ekstradisi kedua kapal Jerman tersebut. Namun, perdana menteri Said Halim Pasha dari Turki mengatakan telah membeli kedua kapal tersebut dari Jerman. Di dalam bantuan dua kapal perang tersebut, diikutsertakan juga laksamana dari Jerman yang bernama Wilhelm Souchon yang nantinya berperan besar dalam serangan ke Laut Hitam.

2. Serangan ke Laut Hitam

            Serangan ini didalangi oleh menteri peperangan Ottoman, Enver Pasha, dan juga laksamana dari Jerman Wilhelm Souchon. Tanggal 29 Oktober 1914 serangan dimulai terhadap posisi militer Rusia di Laut Hitam. Wilhelm Souchon menyerang pesisir Rusia yang mengakibatkan kerusakan di pihak Rusia. Untuk sementara, pihak Jerman-Ottoman meraih supremasi mereka di Laut Hitam. Sementara itu, walau kerusakan yang diterima Rusia dapat dipulihkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, mereka benar-benar marah. Ottoman sendiri benar-benar secara resmi menyatakan perang pada tanggal 11 November 1914.

Front

Perang Melawan Rusia
 
Pasukan Ottoman yang tewas karena dinginnya medan dan juga kelaparan
            Pada pertempuran yang pecah di Kaukasus, Turki Ottoman dipertemukan dengan musuh bebuyutannya selama beberpa abad terakhir, Rusia. Pertempuran pecah pada 24 Oktober 1914. Dalam pertempuran ini pasukan Turki Ottoman berjumlah sekitar 100.000 hingga 190.000 orang, tetapi kebanyakan dari mereka memiliki perlengkapan yang sangat kurang dalam pertempuran di Kaukasus. Sementara Rusia, sebenarnya mereka memiliki sekitar 100.000 orang yang menjga Kaukasus, namun hampir setengah dari mereka dikerahkan untuk berperang melawan Prusia atau Jerman di Tannenberg. Di samping itu terdapat sejumlah pihak lain yang terlibat dalam pertempuran di front Kaukasus ini seperti Jerman, Azerbaijan, dan Georgia di Pihak Turki Ottoman, sedangkan Armenia dan Inggris di pihak Rusia.

            Pada tanggal 1 November, Rusia menyeberangi pegunungan pertama kali pada serangan Bergmann. Pernyataan perang resmi dari Rusia terhadap Turki Ottoman baru terjadi pada 2 November. Serangan Rusia bertujuan merebut Dogubeyazit dan Koprukoy. Pada akhir November, front Kaukasus kembali stabil. Sementara itu, relawan Armenia yang membantu Rusia berhasil merebut Dogubeyazit dan Karakose, sementara Ottoman berhasil mempertahankan Koprukoy.

            Pada tanggal 15 Desember 1914, Ottoman berhasil merebut Ardahan di bawah pimpinan letnan kolonel asal Jerman, Stange. Tanggal 22 Desember, pecahlah pertempuran Sarikamish. Pada pertempuran ini, Gubernur Vorontsov berencana menarik mundur seluruh pasukan Rusia dari Kaukasus, namun, komandan pasukan rusia disana, Yudenich, menolak usul itu dan memutuskan berhadapan dengan pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Enver Pasha.

            Dalam front ini juga pecah apa yang disebut pembantaian Armenia. Seluruh orang Armenia yang hidup di bawah kekuasaan Turki dibunuh atau dibantai. Sementara itu, mereka yang hidup, digiring ke kamp konsentrasi di Suriah yang sangat jauh dari Armenia. Banyak dari mereka yang tewas dalam perjalanan.

            Pada Pertempuran Koprukoy, 1916, pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Abdul Kerim Pasha dikalahkan oleh pasukan Rusia yang dipmpin oleh Yudenich. Dalam pertempuran ini, pasukan Ottoman kehilangan 20.000 prajuritnya.

        Selepas Revolusi Rusia yang pecah pada tahun 1917, banyak pasukan Rusia yang meninggalkan garis depan di Kaukasus, sehingga memungkinkan bagi Ottoman untuk merebut kembali wilayahnya yang telah lepas ke tangan Rusia. Pada 24 Maret 1918, Turki telah menyeberangi kembali perbatasan sebelum pecahnya perang pada 1914. Selanjutnya pada April 1914, Ottoman merebut pelabuhan Batumi.

Front Kampanye Persia

            Kampanye di Persia pecah pada bulan Desember 1914. Kampanye yang pecah di daerah Iran ini melibatkan Ottoman di satu pihak melawan Rusia yang didukung oleh Inggris di pihak yang lainnya. Kampanye ini berakhir imbang atau stalemate. Pasukan Ottoman ditarik mundur setalah adanya gencatan senjata Mudros pada 30 Oktober 1918.

Perang Melawan Inggris

            Perang antara Ottoman melawan Inggris pertama kali pecah di Basra, ketika Inggris merebut Basra pada November 1914 dan bergerak menuju Iraq. Ahmed Djemal Pasha ditugaskan di Palestina untuk mengancam Terusan Suez. Sebgai respon yang diberikan oleh Britania, mereka mengerahkan pasukan gabungan Australia dan Selandia Baru yang disebut Anzac untuk menyerang Galipolli. Serangan ini bertujuan untuk memberikan tekanan terhadap Ottoman dan juga untuk mencegah terlibatnya Bulgaria ke dalam kancah Perang Dunia I. Sebuah wabah yang menyebar pada tahun 1915 menyerang pasukan Turki yang menjaga Palestina.

            Kampanye yang dilakukan Inggris terjadi untuk melindungi ladang minyak di India dan juga selatan Persia. Selain itu, tujuannya juga untuk memberikan bantuan terhdap Rusia melalui Selat Dardanella dan melindungi Terusan Suez serta Sinai. Pada Desember 1917, Inggris berhasil merebut Palestina, sehingga Ottoman melakukan deportasi orang yang tinggal di Jaffa dan juga Tel Aviv.

Pemberontakan Arab
Lawrence of Arabia dalam film.

            Tidak suka akan tindakan represif dari pemerintahan Ottoman dengan sekutu Sentralnya, banyak suku-suku di Arab yang menyatakan pemberontakan kepada pemerintahan Ottoman. Sharif Hussein sebagai Penjaga Mekah, menyatakan dukungannya kepada Inggris pada 1916. Pada tanggal 10 Juni 1916, Hussein memerintahkan untuk emnyerang Mekah yang dikuasai Ottoman. Dalam pertempuran dimana Turki kalah jumlah namun memiliki persenjataan lebih baik tersebut, Hussein mendapatkan bantuan dari Mesir yang diperintah oleh Inggris.

            Sementara itu Laut Merah berhasil dikuasai oleh angkatan laut Inggris dan Perancis. Sedangkan garnisun pelabuhan Jidda menyerah setalah serangan dari laut oleh Inggris serta dari darat oleh orang Arab. Akan tetapi di Hejaz, garnisun Turki Ottoman diperkuat oleh 15 ribu tentara.

            Untuk mendukung pemberontakan Arab, Inggris mengirimkan para penasihat militernya ke suku-suku Arab, terutama kerajaan Hejaz. Yang paling terkenal dari mereka yang dikirimkan adalah Kapten T. E. Lawrence, yang lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia. Ia dikirimkan untuk membantu kerajaan Hejaz dalam pemberontakannya. Pemberontakan Arab sendiri baru terhenti pada 1919, setahun setelah perang berakhir. Hal ini dikarenakan pasukan Turki Ottoman yang tak kunjung menyerah.

            Sebelumnya, terdapat beberapa pertempuran yang menentukan yang membuat berhasilnya pemberontakan Arab ini. Pada tahun 1918, bantuan sekutu barat semakin kuat dan gencar diberikan. Sementara itu, kondisi pasukan Ottoman semakin melemah. Yang pertama adalah pertempuran Megiddo. Pertempuran Megiddo yang berlangsung dari 19 hingga 25 September 1918 merupakan kampanye terakhir di Sinai. Operasi ini dipimpin oleh Jenderal Edmund Allenby di pihak Sekutu. Pertempuran yang kedua adalah pertempuran Aleppo, Suriah, yang berlangsung pada 25 Oktober 1918. Setelah kekalahan di Megiddo, pasukan Ottoman dikejar oleh pasukan Pangeran Faisal dari Arab. Aleppo berhasil direbut seluruhnya setelah mengalami pertempuran berdarah di sepanjang jalan pada malam hari dan berakhir pada pagi hari.

Perjanjian

          Setelah kalah dalam peperangan Turki Ottoman dituntut beberapa hal dalam sebuah perjanjiannya dengan pihak Sekutu.

Perjanjian Sevres (1920)

            Perjanjian Sevres menghasilkan poin-poin sebagai berikut :
1.      Pendirian Kerajaan Hejaz secara mandiri. Kerajaan Hejaz sendiri dianeksasi menjadi Arab Saudi pada 1932.
2.      Pendirian Republik Demokratik Armenia.
3.      Pengendalian finansial Ottoman oleh pihak Sekutu.
4.      Suriah diserahkan kepada Perancis.
5.      Izmir diberikan ke Yunani.
6.      Dodekanisa, sebagian besar Anatolia, dan Konya diberikan kepada Italia.
7.      Referendum diadakan di Kurdi untuk menentukan nasibnya.

Perjanjian Lausanne (1923)

            Ketika perundinagn perjanjian Sevres masih berlanjut, Mustafa Kemal Pasha sebagai pemimpin Turki Muda memenangkan perang kemerdekaan Turki yang kembali menyeret Sekutu ke meja perundingan, dan menhghasilkan kesepakatan baru. Perjanjian ini menyudahi permusuhan Turki dengan sekutu-sekutu Inggris. Perjanjian ini juga berisi bahwa Turki tidak perlu membayar ganti rugi perang dan Turki juga tidak perlu mengurangi angkatan perangnya. Di samping itu Turki juga tidak jadi dipecah-peca dan dipersempit wilayahnya seperti yang terdapat dalam isi perjanjian Sevres. Turki kemudian memilih presiden pertamanya yaitu Mustafa Kemal Pasha.

Sumber :
Buku :
Oktorino, Nino. 2017. Bulan Sabit dan Swastika, Kisah Legiun Muslim Soviet Hitler. Jakarta : Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Web / blog :
wikipedia.com


1 komentar: