Pengertian
Wakaf
Wakaf berasal dari Bahasa Arab, yaitu Wakafa yang artiya
adalah menahan atau berhenti atau berdiam di tempat. Sementara dalam istilah
Fiqih, wakaf adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan
yanag memberi manfaat bagi masyarakat. Wakaf adalah sedekah jariyah, dimana
kita menyedekahkan hartanya yang tahan lama (tidak berkurang nilainya, tidak
boleh dijual dan tidak boleh diwariskan) untuk kepentingan umat.
Rukun dalam wakaf menurut jumhur ada empat, yaitu adanya
wakif (orang yang berwakaf), mauquf’alaih (orang yang menerima wakaf), mauquf
(harta yang diwakafkan), dan sighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak
untuk mewakafkan harta bendanya). Selain rukun, terdapat juga unsur wakaf yaitu
wakif, nazhir (orang yang mengelola harta yang diwakafkan), harta benda wakaf,
ikrar wakaf, peruntukkan harta benda wakaf, serta jangka waktu wakaf.
Dasar hukum pada wakaf berasal dari hadits. Salah satu hadis
yang menjelaskan wakaf adalah hadis
yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut
adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal
perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain itu, terdapat hukum negara yang mengatur mengenai wakaf yaitu Peraturan
Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun
2004.
Wakaf di Indonesia
telah diatur di dalam UU No. 41 Tahun 2004. Badan Wakaf Indonesia (BWI) diberi
amanat sebagai lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan
pengelolaan perwakafan di Indonesia agar wakaf dapat memberi sumbangan positif
pada perekonomian negara. Menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
Tahun 2006, objek wakaf terbagi menjadi dua kategori yaitu benda bergerak dan
benda tidak bergerak. Kategori benda bergerak meliputi benda seperti uang,
logam, surat berharga, kendaraan hak atas kekayaan intelektual; hak sewa dan
benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundangan-perundangan yang berlaku. Sementara untuk kategori benda tidak
bergerak meliputi benda seperti tanah, bangunan, tanaman, hak milik atas satuan
rumah susun, dan benda tidak bergerak lain.
Potensi Wakaf di Indonesia
Umumnya
bentuk wakaf di Indonesia berwujud aset tanah yang dimanfaatkan untuk tempat
ibadah, makam, sekolah, pesantren, dan lainnya. Berdasarkan laporan yang
dirilis oleh Kementrian Agama (2019), aset wakaf tanah di Indonesia seluas
49.631,54 hektar yang tersebar di 367.758 lokasi.
Tentu
apabila melihat luas aset serta sebaran tanah wakaf di Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa wakaf memiliki potensi untuk menjadi sektor yang produktif
dan memberi sumbangan positif kepada perekonomian negara.
Grafik 4.1 Porsi
Penggunaan Tanah Wakaf Indonesia (sumber: http://siwak.kemenag.go.id)
Berdasarkan
grafik di atas, masyarakat
Indonesia masih terpaku bahwa wakaf hanya sebatas aset tanah dan kemudian
dibangun rumah ibadah ataupun pemakaman. Hal tersebut ditunjukkan melalui data
Kementerian Agama Republik Indonesia (2019)
menunjukkan alokasi wakaf tanah untuk Masjid memiliki persentase tertinggi
sebesar 44,74%
lalu diikuti oleh Mushola sebesar 28,20%.
Di samping itu, Sertifikasi tanah wakaf tersebut baru hanya mencapai 61,97%.
Penggunaan
tanah wakaf masih cenderung memiliki porsi besar kepada sektor tidak produktif, yang mana sebagian besar tanah wakaf
hanya diperuntukkan bagi tempat ibadah namun sayangnya tidak dikombinasikan
menjadi fungsi lain seperti pendidikan dan pembangunan serta pengembangan
ekonomi umat. Kurang
produktif memiliki arti bahwa harta yang diwakafkan tersebut tidak terdapat
return atau tidak menghasilkan keuntungan yang dapat terus berputar.
Dapat disimpulkan bahwa
tanah wakaf yang ada sebagian besar digunakan untuk sektor yang tidak
produktif. Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan mengapa jumlah tanah
wakaf yang digunakan untuk kegiatan produktif masih minim?
Ada beberapa alasan, yaitu:
- Pertama, sebagian besar nazir yang mengelola tanah wakaf secara konvensional dan kurang transparan
- Kedua, masih banyak wakif yang mewakafkan hartanya hanya diperuntukkan bagi pembangunan tempat ibadah.
- Ketiga, masih banyak persepsi di masyarakat bahwa penyaluran harta wakaf yang dijadikan pemberdayaan ekonomi berpotensi besar menyulut konflik
Selain
wakaf tanah, wakaf di Indonesia mengalami perkembangan saat ini yaitu
pengembangan wakaf berbasis tunai. Wakaf tersebut memungkinkan wakif untuk
turut serta dalam kegiatan wakaf tanpa harus mempunyai aset wakaf terlebih
dahulu. Wakaf tunai dilaksanakan dengan
cara wakif menyetor uangnya ke lembaga keuangan untuk selanjutnya dikelola
dengan cara pembelian aset sesuai tujuan diterbitkannya wakaf tunai tersebut.
Berikut
merupakan potensi wakaf Indonesia menurut Mustafa Edwin Nasution dengan jumlah
umat Muslim yang dermawan diperkirakan sebesar sepuluh juta jiwa dengan
rata-rata penghasilan Rp500.000 hingga Rp10.000.000, maka paling tidak akan
terkumpul dana sekitar tiga triliun rupiah per tahun dari dana wakaf seperti
perhitungan tabel berikut:
Tabel Potensi Wakaf Uang menurut Mustafa E. Nasution
(2006) Sumber: Mustafa E. Nasution (2006)
Direktur
Badan Amil Zakat Nasional Irfan Syauqibeik pada Seminar Nasional Wakaf Uang
Irfan mengasumsikan, jumlah keluarga muslim kategori mampu di Indonesia sekitar
delapan belas juta keluarga. Bila 10% dari jumlah keluarga itu melakukan wakaf
tunai Rp100.000/bulan akan terkumpul Rp 180 miliar/bulan atau Rp2,16
triliun/tahun. Selain itu, menurut Ketua Divisi Humas, Sosialisasi dan Literasi
(Husoli) BWI Atabik Luthfi kepada Republika.co.id (2018) mengatakan bahwa
potensi wakaf tunai itu Rp 180 triliun. Meskipun begitu, faktanya pada tahun
2018 dana wakaf uang yang terkumpul hanya 400 milyar, dari data BWI.
Grafik Tingkat Penetrasi Internet Pada Usia
Produktif di Indonesia (sumber: APJII 2018, diolah)
Kami
melihat bahwa potensi wakaf uang sangat tergantung dengan populasi usia
produktif (antara 15 sampai 64 tahun) di Indonesia. Jumlah penduduk usia
produktif di Indonesia yang menggunakan Internet mencapai 96,908 juta jiwa.
Grafik Jumlah Uang Elektronik 2015 - 2018 sumber:
Google, Temasek, Katadata.co.id
Contoh
Proyek Wakaf
Mengetahui luar biasanya dampak
dari wakaf serta potensinya, maka alokasi wakaf perlu dikembangkan menjadi
proyek yang produktif dan beresiko rendah. Terdapat beberapa contoh proyek
wakaf produktif diantaranya sekolah, rumah sakit, sektor pariwisata, pasar
tradisional, dan lain sebagainya. Wakaf dijadikan sebagai modal untuk
selanjutnya memberikan keuntungan baik keuntungan materi maupun keuntungan
non-materi misalnya kesehatan dan kecerdasan. Dana filantropi wakaf sudah
dikaji dapat membawa kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat digunakan
untuk mengentaskan kemiskinan. Berbagai negara di dunia sudah menggalakkan
program wakaf produktif untuk kesejahteraan masyarakat (Sulistiowati,
2017). Pembangunan fasilitas yang
disediakan melalui wakaf dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan
(Nurkaib, 2014). Pembangunan manusia dapat dilakukan dengan lebih mudah karena
pembangunan fasilitas penunjangnya dibantu oleh wakaf. Rumah sakit meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat. Sekolah meningkatkan kualitas kecerdasan
masyarakat. Kesehatan dan kecerdasan yang baik menjadi modal untuk terlepas
dari kemiskinan. Melihat besarnya potensi wakaf tersebut, terutama di
Indonesia, diperlukan pengelolaan yang memperhatikan aspek akuntabilitas,
transparansi, dan alokasi yang sangat baik agar dapat mengoptimalisasikan potensi
wakaf tersebut. Maka diperlukan digitalisasi pengelolaan wakaf untuk memenuhi
aspek pengelolaan wakaf yang baik tersebut.
*Blog ini digunakan untuk mengikuti Literasi Zakat Wakaf 2019
Referensi :
Fauzia, Amelia et. all. 2016. Fenomena Wakaf di Indonesia: Tantangan Menuju
Wakaf Produktif. Jakarta: Badan Wakaf Indonesia.
Penulis :
Muhammad Aditya Nugroho
Nursyamsi Abdul Hamid
Yusuf Hafiz Del Piero Inzaghi
Muhammad Thoriq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar