Sabtu, 19 Oktober 2019

Pemanfaatan Tanah Wakaf di indonesia


Pengertian Wakaf

            Wakaf berasal dari Bahasa Arab, yaitu Wakafa yang artiya adalah menahan atau berhenti atau berdiam di tempat. Sementara dalam istilah Fiqih, wakaf adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yanag memberi manfaat bagi masyarakat. Wakaf adalah sedekah jariyah, dimana kita menyedekahkan hartanya yang tahan lama (tidak berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan) untuk kepentingan umat. 

            Rukun dalam wakaf menurut jumhur ada empat, yaitu adanya wakif (orang yang berwakaf), mauquf’alaih (orang yang menerima wakaf), mauquf (harta yang diwakafkan), dan sighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta bendanya). Selain rukun, terdapat juga unsur wakaf yaitu wakif, nazhir (orang yang mengelola harta yang diwakafkan), harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukkan harta benda wakaf, serta jangka waktu wakaf. 

            Dasar hukum pada wakaf berasal dari hadits. Salah satu hadis yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.” Selain itu, terdapat hukum negara yang mengatur mengenai wakaf yaitu Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004.

          Wakaf di Indonesia telah diatur di dalam UU No. 41 Tahun 2004. Badan Wakaf Indonesia (BWI) diberi amanat sebagai lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan pengelolaan perwakafan di Indonesia agar wakaf dapat memberi sumbangan positif pada perekonomian negara. Menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Tahun 2006, objek wakaf terbagi menjadi dua kategori yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Kategori benda bergerak meliputi benda seperti uang, logam, surat berharga, kendaraan hak atas kekayaan intelektual; hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku. Sementara untuk kategori benda tidak bergerak meliputi benda seperti tanah, bangunan, tanaman, hak milik atas satuan rumah susun, dan benda tidak bergerak lain.

Potensi Wakaf di Indonesia
Umumnya bentuk wakaf di Indonesia berwujud aset tanah yang dimanfaatkan untuk tempat ibadah, makam, sekolah, pesantren, dan lainnya. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Kementrian Agama (2019), aset wakaf tanah di Indonesia seluas 49.631,54 hektar yang tersebar di 367.758 lokasi.
Tentu apabila melihat luas aset serta sebaran tanah wakaf di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa wakaf memiliki potensi untuk menjadi sektor yang produktif dan memberi sumbangan positif kepada perekonomian negara.
Grafik 4.1 Porsi Penggunaan Tanah Wakaf Indonesia (sumber: http://siwak.kemenag.go.id)

Berdasarkan grafik di atas, masyarakat Indonesia masih terpaku bahwa wakaf hanya sebatas aset tanah dan kemudian dibangun rumah ibadah ataupun pemakaman. Hal tersebut ditunjukkan melalui data Kementerian Agama Republik Indonesia (2019) menunjukkan alokasi wakaf tanah untuk Masjid memiliki persentase tertinggi sebesar 44,74% lalu diikuti oleh Mushola sebesar 28,20%. Di samping itu, Sertifikasi tanah wakaf tersebut baru hanya mencapai 61,97%. 

            Penggunaan tanah wakaf masih cenderung memiliki porsi besar kepada sektor tidak produktif, yang mana sebagian besar tanah wakaf hanya diperuntukkan bagi tempat ibadah namun sayangnya tidak dikombinasikan menjadi fungsi lain seperti pendidikan dan pembangunan serta pengembangan ekonomi umat. Kurang produktif memiliki arti bahwa harta yang diwakafkan tersebut tidak terdapat return atau tidak menghasilkan keuntungan yang dapat terus berputar. 

             Dapat disimpulkan bahwa tanah wakaf yang ada sebagian besar digunakan untuk sektor yang tidak produktif. Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan mengapa jumlah tanah wakaf yang digunakan untuk kegiatan produktif masih minim?
Ada beberapa alasan, yaitu:

  1. Pertama, sebagian besar nazir yang mengelola tanah wakaf secara konvensional dan kurang transparan
  2. Kedua, masih banyak wakif yang mewakafkan hartanya hanya diperuntukkan bagi pembangunan tempat ibadah.
  3. Ketiga, masih banyak persepsi di masyarakat bahwa penyaluran harta wakaf yang dijadikan pemberdayaan ekonomi berpotensi besar menyulut konflik

Selain wakaf tanah, wakaf di Indonesia mengalami perkembangan saat ini yaitu pengembangan wakaf berbasis tunai. Wakaf tersebut memungkinkan wakif untuk turut serta dalam kegiatan wakaf tanpa harus mempunyai aset wakaf terlebih dahulu.  Wakaf tunai dilaksanakan dengan cara wakif menyetor uangnya ke lembaga keuangan untuk selanjutnya dikelola dengan cara pembelian aset sesuai tujuan diterbitkannya wakaf tunai tersebut. 

Berikut merupakan potensi wakaf Indonesia menurut Mustafa Edwin Nasution dengan jumlah umat Muslim yang dermawan diperkirakan sebesar sepuluh juta jiwa dengan rata-rata penghasilan Rp500.000 hingga Rp10.000.000, maka paling tidak akan terkumpul dana sekitar tiga triliun rupiah per tahun dari dana wakaf seperti perhitungan tabel berikut:
Tabel Potensi Wakaf Uang menurut Mustafa E. Nasution (2006) Sumber: Mustafa E. Nasution (2006)

Direktur Badan Amil Zakat Nasional Irfan Syauqibeik pada Seminar Nasional Wakaf Uang Irfan mengasumsikan, jumlah keluarga muslim kategori mampu di Indonesia sekitar delapan belas juta keluarga. Bila 10% dari jumlah keluarga itu melakukan wakaf tunai Rp100.000/bulan akan terkumpul Rp 180 miliar/bulan atau Rp2,16 triliun/tahun. Selain itu, menurut Ketua Divisi Humas, Sosialisasi dan Literasi (Husoli) BWI Atabik Luthfi kepada Republika.co.id (2018) mengatakan bahwa potensi wakaf tunai itu Rp 180 triliun. Meskipun begitu, faktanya pada tahun 2018 dana wakaf uang yang terkumpul hanya 400 milyar, dari data BWI. 
 

Grafik Tingkat Penetrasi Internet Pada Usia Produktif di Indonesia (sumber: APJII 2018, diolah)

Kami melihat bahwa potensi wakaf uang sangat tergantung dengan populasi usia produktif (antara 15 sampai 64 tahun) di Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif di Indonesia yang menggunakan Internet mencapai 96,908 juta jiwa.
Grafik Jumlah Uang Elektronik 2015 - 2018 sumber: Google, Temasek, Katadata.co.id

Contoh Proyek Wakaf
            Mengetahui luar biasanya dampak dari wakaf serta potensinya, maka alokasi wakaf perlu dikembangkan menjadi proyek yang produktif dan beresiko rendah. Terdapat beberapa contoh proyek wakaf produktif diantaranya sekolah, rumah sakit, sektor pariwisata, pasar tradisional, dan lain sebagainya. Wakaf dijadikan sebagai modal untuk selanjutnya memberikan keuntungan baik keuntungan materi maupun keuntungan non-materi misalnya kesehatan dan kecerdasan. Dana filantropi wakaf sudah dikaji dapat membawa kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan. Berbagai negara di dunia sudah menggalakkan program wakaf produktif untuk kesejahteraan masyarakat (Sulistiowati, 2017).  Pembangunan fasilitas yang disediakan melalui wakaf dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Nurkaib, 2014). Pembangunan manusia dapat dilakukan dengan lebih mudah karena pembangunan fasilitas penunjangnya dibantu oleh wakaf. Rumah sakit meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Sekolah meningkatkan kualitas kecerdasan masyarakat. Kesehatan dan kecerdasan yang baik menjadi modal untuk terlepas dari kemiskinan. Melihat besarnya potensi wakaf tersebut, terutama di Indonesia, diperlukan pengelolaan yang memperhatikan aspek akuntabilitas, transparansi, dan alokasi yang sangat baik agar dapat mengoptimalisasikan potensi wakaf tersebut. Maka diperlukan digitalisasi pengelolaan wakaf untuk memenuhi aspek pengelolaan wakaf yang baik tersebut.

*Blog ini digunakan untuk mengikuti Literasi Zakat Wakaf 2019

Referensi :
Fauzia, Amelia et. all. 2016. Fenomena Wakaf di Indonesia: Tantangan Menuju Wakaf Produktif. Jakarta: Badan Wakaf Indonesia.

Penulis :
Muhammad Aditya Nugroho
Nursyamsi Abdul Hamid
Yusuf Hafiz Del Piero Inzaghi
Muhammad Thoriq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar